TEMA-News: Integrasi dan digitalisasi data kesehatan menjadi perhatian Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono saat menyampaikan sambutan pada acara UNDP Indonesia Policy Volume yang mengusung tema Bright Prospect, Lingering Shadows: Toward an Inclusive Digital Transformation in Indonesia di Gedung Tri Brata, Jakarta.
“Dengan memfasilitasi konektivitas, integrasi data, dan layanan kesehatan yang dapat diakses secara nasional, kita berjuang merealisasikan visi indonesia sehat untuk mendukung pilar ke enam transformasi kesehatan yaitu transformasi teknologi kesehatan.”
Lebih lanjut, Wamenkes Prof. Dante menekankan pentingnya keberlanjutan dalam pengembangan transformasi digital. Salah satu langkah yang telah diambil oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1568/2024 tentang Sistem Monitoring Inventaris Logistik Kesehatan secara Elektronik.
Wamenkes menambahkan, kegiatan yang diselenggarakan oleh UNDP ini dapat memberikan masukan berharga bagi Kemenkes. Prof. Dante menekankan pentingnya transformasi digital yang inklusif agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
“Bagaimanapun, berbagai kemajuan harus inklusif (dirasakan banyak orang), dan tidak boleh ada satupun yang tertinggal,” ujar Wamenkes Prof. Dante.
Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimomura menggarisbawahi tiga hal yang menghambat proses publikasi kebijakan, yaitu kesenjangan digital, standar etika, dan polarisasi. Menurutnya, transformasi digital dapat menjadi sarana efektif untuk menghubungkan berbagai kebijakan dengan masyarakat.
“Kita perlu mengatasi kesenjangan digital, memperkuat standar etika, dan melawan polarisasi dengan memanfaatkan transformasi digital bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Norimasa Shimomura juga menyampaikan empat hal yang menjadi perhatian UNDP terkait isu kesenjangan digital. Pertama, kesenjangan akses digital, yakni pengguna internet di Jakarta mencapai 84,7%, sementara di Papua hanya 26,5% untuk pengguna berusia di atas lima tahun.
Kedua, kesenjangan gender dan usia. Pada 2022, kesenjangan akses internet antara laki-laki dan perempuan mulai berkurang, yaitu sebesar 63,8% untuk laki-laki dan 63,5% untuk perempuan. Namun, perempuan lanjut usia yang tinggal di daerah perdesaan dan perempuan dengan pendidikan formal yang lebih rendah masih menghadapi hambatan signifikan terhadap akses digital.
Ketiga, risiko disinformasi atau hoaks. Diperkirakan sekitar 82 juta penduduk Indonesia rentan terhadap propaganda digital, terutama menjelang Pemilu 2024. Gen Z, yang jumlahnya mencapai 27,94% dari total penduduk Indonesia, menjadi kelompok yang paling rentan.
Keempat, polarisasi dan efek ruang gema (echo chambers). Platform daring dapat memperkuat ruang gema politik, mengisolasi pengguna dalam kelompok dengan pandangan atau pemikiran yang sama, sehingga berpotensi memperdalam kesenjangan sosial dan membatasi terciptanya ruang dialog.
Menyikapi hal tersebut, Wamenkes Prof. Dante menyambut baik berbagai masukan terkait kebijakan kesehatan dari lembaga seperti UNDP. Menurutnya, masukan-masukan ini dapat memberikan gambaran mengenai kesenjangan digital di masyarakat yang sangat bermanfaat dalam proses penyusunan kebijakan.
“Bersama-sama kita dapat menjembatani kesenjangan digital, menjunjung tinggi standar etika, dan mengatasi polarisasi sosial, memastikan manfaat transformasi digital dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tutup Wamenkes Prof. Dante.
*Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI.