DI GELAPNYA MALAM
Di gelapnya malam dan lampu-lampu padam. Makin meruap harum tubuhmu. Mencipta rindu yang lama diperam lubuk hatiku. Tak ada bulan dan diri makin sendirian. Angin menampar dingin. Hujan menggigil musim. Tapi harum tangan, lengan, dan lehermu masih melekat di hidungku. Mencipta rindu yang lama diperam lubuk hatiku. Mencipta sepi yang semakin berani mengiris hati. Rindu dan sepiku, Melati..
Sumenep, 2024
BUNGA-BUNGA YANG KAMI MILIKI
Bunga-bunga yang kami miliki adalah bunga-bunga yang melompat dari hati. Yang membawa harum dada dan wangi melati. Bunga-bunga yang selalu ceria walau tersapa duka. Bunga-bunga yang mengerti patah hati. Mampu membuat puisi dari air matanya sendiri.
Bunga-bunga yang kami miliki adalah bunga-bunga yang dibesarkan rindu. Yang tak menolak sepi dan tak mengeluh tentang waktu. Tentang kenang yang selalu membawa masa lalu.
Sumenep, 2024
DI GELANGGANG
Bahkan di antara hiruk pikuk pertandingan mengingatmu tetap mengasikkan. Sepi di keramaian. Asing di kerumunan. Sulur-sulur yang merambati kenang adalah rindu yang mendebarkan. Kau hanya perlu memejamkan mata. Membiarkan genang di matamu tumpah mengaliri sudut senyummu, Melati.
Sumenep, 2024
SAMA SAJA
Di sebuah plaza di dalam kafe. Sama saja. Sama-sama bercerita tentang sebuah peristiwa tempat aku dan kau meletakkan kenangan lalu diam-diam melupakan. Padahal ketika angin barat datang, senyummu berkibar-kibar. Kerudungmu merah berani. Seperti lipgloss yang bercahaya di bibir cantikmu. Lalu aku semakin ciut. Persis sama ketika sepasang mata bertatapan.
Setelah sebuah tangan gemetaran mengusap sebutir noda di bibirmu, Melati. Ah, rinduku padamu menusuk-nusuk malam. Menusuk-nusuk bulan. Aku berdarah ditikam kenangan.
Sumenep, 2024
HATI PEREMPUAN
Sebagaimana samudera. Hati seorang perempuan berupa ruang-ruang yang dalam dan penuh rahasia. Bukan hanya kenangan. Luka dan cinta betah berlama-lama di dalamnya. Jadi kupaham. Mengapa matamu menyorotkan dendam sekaligus redam. Jadi ku ngerti. Mengapa rindumu timbul tenggelam, Melati.
Sumenep, 2024
AKU DAN RINDU
Aku dan rindu berbatas kopi. Aku dan kamu berbatas sepi. Malam sudah bersih-bersih. Sementara kita masih belum terjaga. Dari kenang yang tiba-tiba mengetuk dada. Ssst. Biar mata kita saja yang bergenggaman. Mencari rasa di sisa malam. Melati..
Sumenep, 2024
JOGJA YANG ISTIMEWA
Selalu ada yang istimewa di Jogja. Goa garba dan candi-candi pertanda kemegahan nusantara. Riuh pasar dan dendang gamelan bersahutan di bangsal pelataran. Ada juga deru bentor bercampur lagu pengamen jalanan di sepanjang malam.
Ada yang istimewa di Jogja. Saat bulan tertutup awan. Lalu gerimis turun perlahan. Menyapa kepala, dada, dan rasa. Meredam rindu yang sedari kemarin panas di mata. Melati..
Sumenep, 2024
Penulis:
M. HARI NURDI, guru Bahasa Indonesia sekaligus pegiat literasi di SMAN 1 Sumenep. Selain di buku-buku antologi bersama, jejak puisi-puisinya bertebaran di sosial media dengan nama yang sama. Ia populer dengan puisi dengan diksi “melati” yang begitu kental akan nafas rindu yang berpilin mesra dengan elan kehidupan.