TEMA-Lifestyle: Pemilik mobil listrik ternyata memiliki jejak karbon yang lebih besar dari rata-rata populasi. Selain karena proses produksi baterai listrik yang lebih kotor, kondisi ekonomi pemilik mobil listrik yang rata-rata lebih kaya secara ekonomi juga memungkinkan pemilik mobil listrik menggunakan listrik dan mengonsumsi barang lebih tinggi.
Temuan ini dilaporkan psikolog dan ekonom di Universitas Turku, Finlandia, di jurnal terbuka PLOS Climate. Tiga peneliti, Nils Sandman, Elisa Sahari, dan Aki Koponen, dari Turku menganalisis kuesioner yang dikirim ke ribuan orang dewasa acak di Finlandia mengenai pilihan gaya hidup, penggunaan mobil, opini lingkungan, dan bagaimana perasaan mereka tentang kendaraan listrik.
Seiring pemanasan global yang diperburuk oleh emisi gas rumah kaca dari manusia, produsen beberapa barang mulai mengubah produk mereka dengan cara yang mengurangi emisi. Salah satunya, mobil. Sebagian besar mobil dan truk di jalan saat ini masih menggunakan bahan bakar bensin, sumber utama emisi gas rumah kaca. Produsen mobil pun telah mengembangkan dan menjual kendaraan listrik yang tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca saat dikendarai.
Dalam studi baru ini, tim peneliti menyelidiki apakah konsumen yang membeli dan mengendarai kendaraan tersebut memiliki jejak karbon yang lebih kecil dibandingkan konsumen lain yang terus mengendarai kendaraan bertenaga bensin. Untuk mempelajari lebih lanjut, para peneliti memperoleh data dari survei Climate Nudge yang merupakan kuesioner dari peneliti lain kepada ribuan orang di seluruh Finlandia pada tahun 2022 yang menanyakan tentang pilihan gaya hidup mereka. Tim menganalisis 3.857 kuesioner yang telah dikembalikan.
Para peneliti menemukan orang yang membeli kendaraan listrik cenderung lebih kaya daripada rata-rata. Mereka juga lebih berpendidikan tinggi dan menempuh jarak lebih jauh per tahun secara rata-rata. Para peneliti juga mengungkap bahwa meskipun membeli dan mengendarai kendaraan listrik, rata-rata penggunanya masih memiliki jejak karbon yang lebih tinggi daripada orang yang tidak membeli kendaraan tersebut.
Hal itu, menurut para peneliti, terjadi karena orang yang lebih kaya secara umum memiliki jejak karbon yang lebih besar. Mereka menggunakan lebih banyak listrik yang paling banyak diproduksi di pembangkit listrik tenaga batubara, mengonsumsi lebih banyak barang yang produksinya cenderung melepaskan gas rumah kaca, dan berkendara lebih sering.
Akhirnya, para peneliti menemukan bahwa penggunaan kendaraan listrik tidak mengatasi jejak karbon yang lebih besar secara keseluruhan. Temuan ini menguatkan kajian sebelumnya oleh Ashley Nunes dari Harvard Law School dan tim di jurnal Nature Sustainability tahun 2023 yang menemukan bahwa insentif pembelian kendaraan listrik sering kali gagal memenuhi target penurunan emisi karbon. (Win, Ayu)